|
 Kita, manusia, adalah
makhluq Allah yang unik
dan istimewa. Kita tercipta
dari dua unsur yg sungguh
berbeda satu sama lain:
tanah yang berasal dari bumi
dan ruh yang berasal dari
langit. Terciptanya kita dari
tanah menjadikan kita sebagai
makhluq yang membutuhkan
hal-hal yang bersifat ‘bumi’
seperti makan, minum, dan
kebutuhan biologis. Sedangkan unsur ruh yang ada dalam diri kita
menjadikan kita sebagai makhluq yang membutuhkan hal-hal yang
bersifat ‘langit’ seperti iman, ilmu, dan semacamnya. Allah telah
engilhamkan dalam diri kita dua potensi: potensi baik (at-taqwa) dan
potensi buruk (al-fujur). Kemudian Allah memberikan kepada kita
kebebasan untuk memilih: beriman atau kufur, menjadi baik atau
menjadi buruk. Setelah memilih, kita tentu saja harus menanggung
segala konsekuensinya. Dan konsekuensi tersebut tidak lain adalah
balasan baik berupa surga dan balasan buruk berupa neraka.
Apapun yang akan kita dapatkan, baik surga ataupun neraka,
merupakan hasil dari pilihan kita sendiri. Karena itu jika ada seorang
manusia yang nantinya masuk kedalam neraka, itu tidak lain adalah
karena kezhalimannya kepada dirinya sendiri.
Allah sedikit pun tidak berbuat zhalim kepada hamba-hamba-Nya.
|
|
|
 Kita, manusia, adalah makhluk
yang unik.
Pernahkah kita merenungi mengapa
kita unik? Apa sajakah keunikan
manusia yang membuatnya berbeda
dari makhluk Allah yang lainnya?
Keunikan pertama, manusia adalah
makhluk Allah yang dimuliakan
(mukarram).
Allah SWT berfirman: “Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam,Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan, Kami beri
mereka rezki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurnaatas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.” (QS Al-Isra’: 70)
Salah satu hal yang mengindikasikan dimuliakannya manusia adalah
peniupan ruh pada diri manusia. Allah SWT berfirman, “Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya dan dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi)
kamu sedikit sekali bersyukur. (QS As-Sajdah: 9). Dalam sebuah hadits
shahih riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw menjelaskan
bagaimana ruh ditiupkan pada setiap janin manusia. “Sesungguhnya
tiap-tiap kalian dikumpulkan ciptaannya dalam rahim ibunya, selama
empat puluh hari berupa nuthfah, lalu menjadi segumpal darah
selama itu pula, lalu menjadi segumpal daging selama itu pula,
kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya
dan mencatat empat hal yang telah ditentukan, yaitu: rezeki, ajal,
amal, dan bahagia atau sengsaranya.”
|
|
|
 Agama Islam yang
dibawa oleh Rasulullah
adalah penyempurnaan
atas agama-agama yang
telah dibawa oleh para
nabi dan rasul sebelumnya.
Karena telah sempurna,
tidak akan ada lagi agama
baru. Islam adalah agama
terakhir, yang berlaku
hingga hari kiamat.
Muhammad Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah adalah penyempurnaan
atas agama-agama yang telah dibawa oleh para nabi dan rasul sebelumnya.
Karena telah sempurna, tidak akan ada lagi agama baru.
Islam adalah agama terakhir, yang berlaku hingga hari kiamat. Muhammad
shallallahu ’alaihi wasallam adalah nabi dan rasul terakhir, tidak ada lagi nabi
dan rasul sesudahnya.
Dan dengan kesempurnaannya, Islam ditujukan untuk seluruh umat manusia,
bukan hanya untuk orang Arab saja. Nama Islam menurut bahasa memiliki
beberapa makna, yang menunjukkan sifat dari agama ini. Makna yang
pertama adalah ketundukan. Dengan memeluk Islam, seorang manusia akan
tunduk patuh kepada Tuhannya karena merasa bahwa ia hanyalah seorang
hamba yang tidak memiliki apa-apa dihadapan kebesaran dan keagungan-Nya.
Makna yang kedua adalah berserah diri. Dengan memeluk Islam, seorang
manusia telah menyerahkan dirinya kepada Allah karena merasa bahwa Allah
adalah Dzat Yang Maha Kuasa, Dzat Yang Maha Mengatur, dan Dzat Yang Tidak
Pernah Tidur. Ia yakin dan percaya bahwa Allah pasti senantiasa memberikan
yang terbaik kepada hamba-hamba-Nya.
|
|
|
Fitrah setiap manusia pasti merasakan keberadaan Allah. Indera dan akal juga
mendukung fitrah tersebut. Bagaimana mungkin alam yang terbentang luas ini
ada dengan sendirinya? Bagaimana mungkin alam semesta dengan segenap
bagian-bagiannya sampai yang paling kecil sekalipun bisa eksis dalam
keteraturan yang mencengangkan? Tidak bisa tidak, Allah pasti ada. Dan lebih
dari sekadar ada, Allah pastilah Dzat yang Satu dan Maha Sempurna.
 Kita memang tidak bisa melihat
Allah, akan tetapi kita bisa
mengenal-Nya melalui ayat-
ayat-Nya, baik ayat-ayat yang Ia
firmankan melalui lisan para
rasul-Nya (ayat-ayat qauliyah)
maupun ayat-ayat yang Ia ciptakan
berupa alam semesta beserta
segenap isinya (ayat-ayat kauniyah).
Melalui firman-firman-Nya, Allah
memperkenalkan diri-Nya dan memberitahukan sifat-sifat-Nya kepada kita semua.
Pada saat yang sama, firman-firman Allah juga mengajak kita untuk mentafakkuri
ayat-ayat-Nya yang terbentang di alam semesta dan bahkan yang ada dalam diri
kita sendiri. Dengan tafakkur yang sungguh-sungguh, kita pasti akan sampai pada
kesimpulan bahwa tidaklah Allah menciptakan sesuatupun dengan sia-sia. Kita
akan merasa takjub pada kebesaran-Nya dan berkata,
”Subhanallah, Maha Suci Allah.” Dan ketika itulah keimanan dan rasa takut kita
kepada-Nya akan semakin menguat! Itulah sebabnya jika kita semakin mengenal
Allah maka kita akan semakin beriman dan bertakwa kepada-Nya.
|
|
|
Sebagai muslim, kita tentu tidak asing lagi dengan dua kalimat syahadat atau yang
biasa dikenal sebagai syahadatain. Bagaimana tidak? Semenjak kecil kalimat ini
sudah diajarkan pada kita. Setiap hari paling tidak kita mengucapkan kalimat ini
berkali-kali dalam tasyahud shalat kita. Belum lagi dalam dzikir-dzikir yang kita
ucapkan. Namun, meski kita sudah sedemikian akrab dengan kalimat ini, kita harus
bertanya pada diri kita apakah kita sudah menghayatinya dengan penghayatan
yang sebenar-benarnya untuk kemudian mengejewantahkannya dalam kehidupan?
 Kalimat syahadat terdiri dari dua
bagian. Yang pertama disebut
syahadat tauhid. Yang kedua
disebut syahadat kerasulan.
Dalam syahadat tauhid, kita
mempersaksikan, berikrar dan
berjanji bahwa laa ilaha illallah
’tidak ada ilah selain Allah’.
Pernyataan ini pertama-tama
bermakna bahwa tidak ada
yang memiliki sifat-sifat
rububiyah kecuali Allah. Maknanya, Allah sajalah pencipta alam semesta ini
sekaligus pemelihara urusan-urusannya, pemberi rizki kepada semua makhluq
dan pemilik hakiki dari semua yang ada di alam ini. Namun, kesaksian atas
rububiyah ini tidak serta merta membuat seseorang menjadi seorang muslim.
Untuk menjadi seorang muslim, seseorang harus melangkah pada makna
syahadat tauhid yang lebih jauh, yakni tidak ada yang berhak diibadahi dalam
hidup ini kecuali Allah. Sebenarnya, makna ini adalah konsekuensi logis dari
makna rububiyah tadi. Bukankah jika seseorang telah mengakui bahwa satu-
satunya pemilik sifat rububiyah adalah Allah maka tidak ada lagi pilihan lain
baginya kecuali tunduk patuh beribadah kepada-Nya?
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar